SAMARINDA – Program pendidikan gratis berbasis kebijakan pemerintah provinsi, atau yang dikenal dengan sebutan Gratispol, resmi dimulai pada tahun akademik ini. Namun, penyebaran informasi di masyarakat dinilai masih belum merata dan cenderung simpang siur. Hal itu disampaikan oleh anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Sarkowi V. Zahry, saat menghadiri Diskusi Teras Samarinda, Senin sore (30/6/2025).
Sarkowi mengungkapkan bahwa masih banyak masyarakat, terutama mahasiswa dan calon penerima manfaat, yang belum memahami secara utuh isi dan mekanisme program Gratispol. Akibatnya, muncul berbagai asumsi keliru yang berpotensi menimbulkan kebingungan publik.
“Informasi tentang Gratispol masih simpang siur. Jangan sampai masyarakat berasumsi yang macam-macam karena kurangnya penjelasan resmi,” tegas politisi dari Fraksi Golkar itu.
Sebagai langkah antisipasi, ia mendorong pemerintah untuk memperluas jangkauan sosialisasi, termasuk memanfaatkan platform yang digemari kalangan muda. “Kalau perlu, gunakan live TikTok. Anak-anak muda sekarang aktif di sana, bisa jadi saluran efektif untuk meminimalisasi kesalahpahaman,” usulnya.
Lebih lanjut, Sarkowi mengingatkan agar publik tidak terburu-buru menghakimi program Gratispol sebelum melihat implementasinya secara nyata. Ia menyebut, program ini memang belum sepenuhnya berjalan, dan wajar jika di awal masih ada kekurangan.
“Tidak elok kalau belum berjalan sudah dianggap gagal. Biarkan dulu berjalan, baru kita evaluasi dan perbaiki jika ada yang kurang,” ujarnya.
Ia memastikan bahwa DPRD tetap menjalankan fungsi pengawasan dan memastikan seluruh program pemerintah berjalan sesuai regulasi. “Tidak mungkin DPRD membiarkan program sebesar ini berjalan tanpa dasar hukum. Saat ini, kemampuan fiskal kita juga terbatas, jadi pelaksanaan akan dilakukan secara bertahap,” jelasnya.
Sarkowi menambahkan, saat ini anggaran Gratispol telah masuk dalam pembahasan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kaltim. Ia menegaskan komitmennya untuk mendorong transparansi anggaran, serta membuka opsi menjadikan program ini sebagai peraturan daerah jika diperlukan.
“Kalau Pergub tidak cukup kuat, kami dorong untuk jadi Perda. Yang penting transparan dan bisa dinikmati masyarakat,” pungkasnya. (adv)
Editor: Agus S