TENGGARONG – Kopi luwak, merupakan salah satu komoditas pertanian yang sangat menjanjikan. Berbeda dengan kopi pada umumnya, cara produksi kopi luwak terbilang tidak umum. Mengingat untuk memperoleh kopi luwak, biji kopi harus terlebih dahulu dimakan dan menjadi kotoran dari luwak atau musang.
Namun proses produksi yang tidak biasa ini, menjadikan kopi luwak memiliki citarasa tersendiri yang sangat khas. Serta banyak memiliki manfaat dan keunggulan jika dibandingkan dengan kopi pada umumnya. Bahkan harga jual biji kopi luwak, jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan biji kopi biasa. Maka tak heran jika kopi luwak dikenal sebagai kopi paling mahal di dunia.
Potensi menjanjikan inilah, yang terus dikembangkan di Desa Perangat Baru, Kecamatan Marangkayu. Para petani kopi di sana aktif memproduksi kopi luwak, hingga dijuluki sebagai Kampung Kopi Luwak. Perkembangan produksi kopi luwak di Desa Perangat Baru ini pun, terbilang sangat mengesankan. Kini para petani kopi di sana bahkan sudah berhasil memproduksi kopi luwak dalam bentuk bubuk.
Kepala Bidang (Kabid) Produksi Disbun Kukar, Subagio, menuturkan bahwa suksesnya pengembangan proses produksi bubuk kopi luwak, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Baik pemerintah maupun swasta.
“Kita terus dorong tidak hanya dari sisi budidayanya saja, tapi juga kita integrasikan dengan pengolahannya. Di Kampung Kopi Luwak ini, sudah kita bangunkan rumah produksinya. Mulai dari lantai jemur, alat pemecah buah kopi kering, alat sangrai dan alat pembubuk. Termasuk juga teknisinya,” kata Subagio, Rabu (31/5/2023).
Selain bantuan dari pemerintah, ia juga menerangkan bahwa pengembangan produksi kopi luwak di Kampung Kopi Luwak, juga mendapat perhatian dari pihak swasta. Yakni dari Pertanian Hulu Mahakam Kaltim. Berupa mesin sangrai dengan kapasitas jauh lebih besar.
“Alhamdulillah sudah bisa produksi kopi bubuk, dan hasilnya juga lumayan bagus. Ada 2 produk sementara ini yang dihasilkan, yakni kopi madu dan kopi luwak yang merupakan produk andalan dari Desa Perangat Baru,” tambahnya.
Untuk pemasaran dari produk ini sendiri, Subagio mengatakan produk ini masih dipasarkan di seputaran Kaltim. Mengingat produksi dari kopi luwak ini masih dalam jumlah yang tidak banyak.
“Termasuk juga yang sudah kerjasama itu, dari Hotel Mercure. Mereka membantu menampung hasil dan memasarkan kopi luwak ini di kafe mereka. Hanya saja masalahnya kan produksi mereka masih terbatas, sehingga pihak produsennya ini masih kewalahan memenuhi kebutuhan itu. Sebenarnya kalau peluang pasar itu terbuka sekali, hanya saja memang kan ini masih terbatas. Makanya ini masih kita lakukan pengembangan,” pungkasnya. (adv/tabs)