Tenggarong -DPRD Kutai Kartanegara (Kukar) melakukan evaluasi terhadap Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur Tata Niaga dan Tata Kelola Sarang Burung Walet. Hal ini dilakukan karena besaran pajak yang ditetapkan dalam Perda sebelumnya, dinilai terlalu besar dan dikhawatirkan membebani petani sarang burung walet.
Dalam rapat yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi III DPRD Kukar, Andi Faisal, juga turut mengundang Asosiasi Sarang Burung Walet Kukar, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kukar, serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kukar.
Dengan tujuan untuk mendengarkan bagaimana pendapat dari berbagai pihak, dalam menanggapi Perda tentang Pengaturan Tata Niaga dan Tata Kelola Sarang Burung Walet di Kukar. Kemudian dapat segera dilakukan finalisasi oleh pansus.
Sebagai informasi, Perda sebelumnya menetapkan pajak sarang burung walet sebesar 10 persen. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, namun angka ini dinilai terlalu besar dan membebani para petani. Apalagi tingkat kesadaran terhadap pajak, selama ini masih dinilai sangat rendah.
“Dengan pajak 10 persen akan memberatkan wajib pajak, sedangkan kalau beberapa daerah itu ada yang 2,5 persen, ada yang 3 persen ada yang 1 persen. Yang pasti berapa pun itu saya berharap ini bisa diterima oleh semua kalangan. Untuk apa kita pajak besar tapi tidak dibayar lebih baik pajaknya ini kecil tapi semua bayar dan suatu saat ini kan kita bisa naikkan pajak pelan-pelan jelas juga di aturan,” terang Andi Faisal, Jumat (13/1/2023).
Lebih lanjut, Andi Faisal menambahkan bahwa memang sarang burung walet ini memiliki potensi yang sangat besar di Kukar. Jika berpatok jumlah produksi sarang burung walet, di provinsi Kalimantan timur (Kaltim) saja, jumlahnya mencapai ratusan ton pertahun. Dia berasumsi setidaknya dalam satu tahun ada puluhan ton yang bisa dihasilkan oleh petani walet di Kukar.
“Artinya Kukar pun, saya rasa lebih juga kalau cuma 5 sampai 20 ton pertahun. Kita coba bagaimana pajak ini bisa diterima semua kalangan,” tambahnya.
Sudah bukan rahasia umum bahwa sarang walet memiliki harga yang sangat mahal. Tentunya angka 5-20 ton ini nominalnya sangatlah besar. Dari sektor sarang burung walet ini jumlahnya bisa mencapai miliaran rupiah. Namun ironisnya, pendapatan pajak dari sektor sarang burung walet ini hanya ada diangka Rp 50 juta. Ini mengindikasikan banyak terjadi kebocoran pajak di sektor ini.
Oleh karena itu DPRD Kukar berencana merevisi perda ini, supaya pajak ini bisa terbayarkan oleh wajib pajak. Soal nilai nanti akan disepakati bersama, karena mengedukasi masyarakat ini tentunya tidak mudah. Maka dari itu, pajak yang diterapkan tidak bisa terlalu besar, agar masyarakat dapat sadar pentingnya membayar pajak.
“Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini kita bisa sahkan lah perda ini,” pungkasnya.(tabs)