DPRD Kaltim Soroti Ringannya Tuntutan Kasus Penggelapan Dana Nasabah Bank Kaltimtara

SAMARINDA – Anggota DPRD Kalimantan Timur, Nurhadi Saputra, angkat bicara terkait kasus penggelapan dana nasabah Bank Kaltimtara senilai Rp1,6 miliar yang dilakukan oleh oknum pegawai bank tersebut. Tuntutan hukuman terhadap pelaku yang hanya dijatuhi tiga tahun penjara menuai sorotan tajam dari publik.

Nurhadi menyampaikan bahwa dirinya memahami kekecewaan masyarakat atas tuntutan yang dinilai terlalu ringan. Ia pun menegaskan bahwa DPRD Kalimantan Timur juga menyayangkan hal tersebut.

“Kalau kami sih semuanya menyayangkan memang, bukan hanya netizen. Dari pihak DPRD juga pasti menyayangkan kalau seandainya hukumannya itu terlihat hanya sepele,” ujarnya saat dikonfirmasi wartawan lewat telepon seluler, Rabu (15/5).

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa proses hukum harus tetap dihormati dan diikuti, namun pihak kejaksaan diharapkan bisa lebih tegas dalam menegakkan keadilan agar tidak menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap lembaga keuangan daerah.

“Jangan sampai nanti gara-gara ini, nasabah-nasabah dari Bank Kaltim itu sendiri akhirnya merasa muak, kapok, atau enggak mau lagi menabung di situ,” tambahnya.

Nurhadi juga mengingatkan bahwa kasus ini tidak hanya mencoreng citra Bank Kaltimtara sebagai BUMD, tetapi juga bisa berdampak negatif terhadap kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur secara umum.

Ia berharap ada langkah lanjutan dari kejaksaan, seperti upaya banding, agar proses hukum benar-benar memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Renanda menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari pengakuan korban bernama Jaleha, yang mengklaim telah menitipkan dana sebesar Rp250 juta kepada terdakwa untuk ditabung. Namun, uang tersebut tidak tercatat secara resmi dalam sistem perbankan.

“Korban tidak bisa baca tulis, sehingga meminta bantuan terdakwa untuk menabungkan uang. Tapi menurut terdakwa, uang itu adalah pinjaman. Padahal, jika pinjaman, semestinya ada pencatatan formal,” jelas Renanda.

Lebih lanjut, JPU menyebut terdakwa tidak mengakui seluruh jumlah dana yang disebutkan korban. Ia hanya mengakui menerima sekitar Rp1,65 miliar, yang disebutnya sebagai pinjaman pribadi dan ditandai dengan kwitansi.

Pengadilan juga mencatat barang bukti berupa belasan lembar kwitansi pembayaran dari terdakwa kepada korban dan suaminya, serta salinan rekening koran milik Jaleha di Bank Kaltimtara.

Juru Bicara Pengadilan Negeri Tanjung Selor, Chsirtoper, menjelaskan bahwa dalam tuntutan jaksa termasuk perintah agar terdakwa tetap ditahan serta pengesahan barang bukti yang telah disita selama proses penyidikan.

“Majelis hakim akan mempertimbangkan tuntutan JPU dalam putusan nanti. Terdakwa tetap ditahan hingga putusan dijatuhkan,” kata Chsirtoper.

Hingga saat ini, belum ada tanggapan dari pihak terdakwa maupun kuasa hukumnya terkait tuntutan tersebut. Sidang lanjutan dijadwalkan akan digelar dalam beberapa pekan ke depan untuk pembacaan putusan. (adv)

Penulis: Hanafi
Editor: Susanto

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.