TENGGARONG – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) tekankan semua Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pejabat daerah untuk netral selama Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Ingatkan beratnya sanksi bagi ASN yang tidak netral. Yakni bisa menerima sanksi berupa penurunan jabatan, diberhentikan, hingga dipidana.
Hal ini disampaikan langsung oleh Koordinator Divisi (Koordiv) Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu Kukar, Hardianda. Ia juga mengaku bahwa pihaknya telah melayangkan imbauan tertulis dalam bentuk surat resmi kepda seluruh dinas dan instansi terkait. Termasuk juga meminta agar seluruh banner, spanduk dan baliho yang menampilkan salah satu pasangan calon untuk segera diturunkan.
Hardianda menegaskan bahwa Pasangan Calon (Paslon) yang tengah melangsungkan cuti tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Sehingga tidak ada alasan untuk tidak menurunkan banner, spanduk atau baliho yang berkaitan dengan paslon yang telah ditetapkan. Ia juga menekankan agar semua instansi, mulai dari dinas hingga kelurahan dan desa menaati aturan ini.
“Sudah kami terbitkan surat edaran terkait netralitas ASN, termasuk juga banner, baliho dan spanduk yang memuat figur salah satu paslon yang telah ditetapkan agar segera diturunkan. Jadi nanti tidak ada alasan tidak tahu ketika nanti masih ada dan dianggap sebagai sebuah temuan,” tegasnya.
Kemudian, Hardianda mengungkapkan bahwa Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) Pasal 71, jelas mengatakan bahwa pejabat negara, pejabat daerah, ASN, anggota TNI, Polri, kepala desa, dan lurah tidak boleh mengambil keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon.
Termasuk juga menyampaikan bentuk-bentuk perbuatan yang dapat dikenakan sanksi. Mulai dari hadir dalam kampanye pasangan calon, memberikan sambutan dalam kampanye, berfoto dengan pasangan calon dan/atau dengan simbol tertentu, memasang Alat Peraga Kampanye (Algaka) atau bahan kampanye di rumah atau barang milik pribadi. Juga memfasilitasi kegiatan kampanye, memposting dukungan dan/ atau citra diri pasangan calon di media sosial, mengundang pasangan calon untuk hadir di kegiatan kecamatan/kelurahan dan termasuk memerintahkan, mengarah, mengimbau, menyeru orang lain untuk memilih paslon.
Perbuatan-perbuatan tersebut dapat dikenakan sanksi berupa hukuman dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600 ribu atau paling banyak Rp 6 juta.
“Selain ancaman hukuman yang telah diatur dalam Perbawaslu juga masih ada ancaman hukuman lain. Seperti dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 Tentang Disiplin PNS,” serunya.
Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa hukuman bagi ASN yang tidak netral bisa bervariasi, mulai dari hukuman disiplin ringan, sedang dan berat. Hukuman disiplin ringan terdiri dari teguran lisan, tertulis dan pernyataan tidak puas secara tertulis. Hukum disiplin sedang terdiri atas, pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 persen selama 6 bulan, pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 persen selama 9 bulan, pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 persen selama 12 bulan.
Kemudian jenis hukuman disiplin berat terdiri, penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
“Jadi sebenarnya berat hukuman bagi ASN yang tidak netral ini, oleh karena itu kami selalu mengimbau agar netral. Apalagi statusnya berbeda dengan TNI dan Polri yang tidak punya hak suara, jadi harus lebih berhati-hati,” pungkasnya.
Penulis : Ady Wahyudi
Editor : Muhammad Rafi’i