SAYA tidak pernah mengenal beliau secara langsung. Tidak pernah satu liputan. Tidak pernah satu forum. Bahkan saat saya bergabung di Kaltim Post pada tahun 2002 hingga 2020, nama H. Aan Reamur Gustam lebih banyak saya dengar sebagai legenda, sebagai cerita yang hidup di antara sesama wartawan senior.
Sosoknya seperti bayangan kuat yang tidak pernah saya jumpai secara fisik, tapi jejaknya terasa kuat dalam kultur kerja redaksi yang saya jalani.
Hari ini, Selasa 20 Mei 2025, kabar duka itu datang. H. Aan Reamur Gustam bin Gusti Amin meninggal dunia di RS SMC Samarinda dalam usia 74 tahun. Jenazahnya disemayamkan di Perumahan PWI Air Hitam dan akan dimakamkan di Taman Abadi Sempaja.
Kepergiannya bukan hanya kehilangan bagi mereka yang mengenalnya secara pribadi, tapi juga bagi kami yang hanya mengenal namanya lewat jejak panjang di sejarah pers Kaltim.
Aan Reamur Gustam adalah wartawan era 1970-an yang pernah menjabat sebagai Redaktur Pelaksana Surat Kabar Harian ManuntunG, yang kemudian menjadi cikal bakal Kaltim Post, media tempat saya tumbuh sebagai jurnalis.
Bersama nama-nama besar seperti Rizal Effendi, Zainal Muttaqin, Ibrahimsyah Rahman, dan Dahlan Iskan, beliau berada di antara barisan pembentuk wajah jurnalisme Kaltim. Di masa ketika keteguhan prinsip dan integritas tulisan adalah ukuran tertinggi dalam profesi ini.
Beliau dikenal, bukan wartawan yang gemar tampil, tetapi dikenal tajam dalam melihat isu dan jujur dalam sikap. Tak heran jika ia termasuk dalam jajaran anggota aktif Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim dan sempat menerima Press Card Number One, penghargaan bergengsi bagi wartawan yang menorehkan dedikasi luar biasa.
Beliau juga dikenal akrab dengan kalangan pemimpin redaksi dan tokoh pers nasional, tetapi tetap membumi dalam menyikapi profesi.
Saya tidak pernah berkomunikasi langsung dengannya. Tapi setiap kali nama “Aan Reamur Gustam” disebut di redaksi, selalu dalam nada hormat dan takzim.
Bukan hanya nama dalam deretan tokoh pers, beliau adalah bagian dari pondasi jurnalisme yang kita warisi hari ini.
Selamat jalan, Pak Aan. Pian orang baik. Insyaallah surga tempatmu kini. Semoga Allah mengampuni semua khilafmu, melapangkan jalanmu, dan menerima seluruh amal ibadahmu selama ini.
Kami yang tak sempat bersalaman, tetap merasa kehilangan. Karena dalam dunia pers, nama baik dan dedikasi tulus adalah warisan yang jauh lebih kekal dari sekadar popularitas. (*)
Oleh: Agus Susanto
Pemred Mediakaltim.com