TENGGARONG – Pesta Erau Adat Pelas Benua 2024, telah sampai pada puncak acara. Ditandai dengan prosesi mengulur naga yang dilaksanakan dengan penuh khidmat. Prosesi Mengulur Naga dimulai dengan mengarak sepasang Naga Laki dan Naga Bini dari Kedaton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, atau yang saat ini dikenal dengan Museum Mulawarman menggunakan kapal menuju Desa Kutai Lama, Kecamatan Anggana.
Dua replika naga yang dibawa untuk dilarung itu memiliki panjang 17 meter, terbuat dari kayu dan rotan, dengan kepala dan leher setinggi 1,5 meter. Kepala naga diukir dengan detail wajah yang megah lengkap dengan mahkota. Sementara tubuhnya dihias dengan 12 kain warna-warni yang melambangkan sisik sang naga.
Prosesi Mengulur Naga ini menjadi bagian sakral dalam pesta rakyat Erau, yang diadakan untuk merayakan upacara Tijak Tanah dan ritual mandi di Tepian Sungai. Rute perjalanan naga melalui Sungai Mahakam melambangkan hubungan spiritual masyarakat Kutai dengan alam. Sebelum mencapai tujuan akhir, kapal tersebut berhenti sejenak di Tepian Aji, Samarinda Seberang, untuk melaksanakan ritual lainnya yang melengkapi rangkaian acara.
Setelah kapal yang mengangkut naga menyusuri sungai legendaris tersebut, di Jahitan Layar, Kutai Lama. Kapal akan berputar sebanyak tujuh kali sebelum akhirnya merapat ke dermaga. Di sinilah tradisi berlangsung, kepala dan ekor naga akan dipisahkan dari tubuhnya. Tubuh naga dibiarkan dihanyutkan ke Sungai Mahakam sebagai simbol pemakmuran, sementara kepala dan ekor dibawa kembali ke keraton.
“Sesampainya di Kutai Lama, tubuh kedua naga ini akan dilarungkan di Sungai Mahakam, sedangkan bagian kepala dan ekornya akan kembali dibawa untuk disemayamkan di Kedaton Kesultana,” Sebut Pangeran Noto Negoro Heriansyah saat menyampaikan sambutan Sultan Aji Muhammad Arifin, pada Minggu (29/9/2024).
Dengan nuansa yang magis dan khidmat, prosesi ini tidak hanya mempererat ikatan masyarakat, tetapi juga melestarikan warisan budaya yang tak ternilai di Kutai Kartanegara (Kukar). Pesta Erau Adat Pelas Benua mengingatkan kita akan kekayaan sejarah dan tradisi yang membentuk identitas masyarakat setempat.
Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa ritual ini bukan hanya sebatas tradisi yang terus dipelihara. Tapi juga merupakan pengingat akan sejarah yang menghubungkan transformasi antara kerajaan Hindu dengan masa transformasi menjadi kerajaan Islam di Kutai.
Asal-usul prosesi Ngulur Naga terikat erat dengan cerita legendaris mengenai kelahiran Raja dan Permaisuri pertama Kutai. Yaitu Putri Karang Melenu dan Raja Aji Batara Agung. Legenda tersebut menyebutkan bahwa keberadaan naga penghuni Sungai Mahakam merupakan bagian integral dari sejarah masyarakat Kutai yang masih diingat hingga kini.
“Prosesi ini adalah suatu tradisi yang mengenang bagaimana ritual ini terjadi di hulu dusun yang sekarang menjadi Kutai Lama. Ini adalah warisan turun-temurun,” tandasnya.
Penulis : Ady Wahyudi
Editor : Muhammad Rafi’i