TENGGARONG – Tahap pendaftaran sebagai pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 telah usai. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kutai Kartanegara (Kukar), tak temukan pelanggaran selama proses pendaftaran.
Ketua Bawaslu Kukar, Teguh Wibowo, mengatakan Bawaslu telah mengerahkan segenap tenaga untuk mengawal proses pendaftaran calon bupati dan wakil bupati dengan seksama. Ia memahami bahwa setiap tahapan harus diawasi dengan ketat, mengingat pentingnya menjaga integritas pilkada dari awal hingga akhir.
“Selama proses pengawasan, Bawaslu mengerahkan sekitar 40 personel yang terdiri dari staf Bawaslu Kukar, Panwascam dan Pengawas Kelurahan Desa (PKD) dari Kecamatan Tenggarong,” ujarnya.
Kini, pihaknya akan mulai mengalihkan fokus mereka pada tahap pemeriksaan kesehatan yang sedang berjalan dan verifikasi berkas pendaftaran yang akan segera berjalan. Ia juga mengatakan, pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu tidak hanya berfokus pada pendaftaran itu sendiri, tetapi juga pada elemen-elemen lain yang kadang terabaikan.
Misalnya, Teguh menjelaskan bagaimana Bawaslu memastikan tidak ada ASN, TNI/Polri aktif, atau kepala dan perangkat desa yang terlibat dalam proses pengiringan bakal calon. Hal ini bukan hanya tentang mematuhi aturan, tetapi juga tentang menjaga netralitas dan keadilan dalam proses demokrasi yang sedang berlangsung.
Lebih jauh, Bawaslu juga mengarahkan perhatiannya pada aspek administratif. Teguh menyebutkan bahwa mereka harus memastikan KPU menjalankan semua regulasi sesuai dengan PKPU Nomor 8 dan perubahan PKPU Nomor 10 beserta juknis dari KPU RI.
“Setiap proses pengawasan, Bawaslu melakukan pengawasan melekat,” tegas Teguh.
Sementara itu, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi Bawaslu Kukar, Hardianda, menjabarkan beberapa uraian sanksi yang di dapatkan jika terbukti tidak netral. Pertama, larangan ada dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah yang terdapat dua pasal mengatur tentang netralitas ASN, yakni pasal 70 dan 71.
Pada pasal 70 ayat 1 berbunyi bahwa dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan ASN, anggota Polri dan TNI. Pelanggaran atas ketentuan itu maka dikenakan sanksi pidana paling lama 6 bulan penjara dan denda paling banyak Rp 6 juta sebagaimana disebut pada pasal 189.
Sementara pasal 71 ayat 1 berbunyi bahwa, pejabat negara baik ASN, kepala desa/lurah dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa kampanye. Pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan sanksi pidana paling lama 6 bulan penjara dan denda paling banyak Rp 6 juta sebagaimana disebut dalam pasal 188.
“Pasal 11 huruf c peraturan pemerintah nomor 42 tahun 2004, jelas mengatur ASN dilarang memasang spanduk, baliho, alat peraga lainnya terkait bakal calon serta dilarang sosialisasi di media sosial,” sebutnya.
Selain itu larangan menghadiri deklarasi atau kampanye dan memberikan tindakan dukungan secara aktif, membuat postingan, comment, share, like atau bergabung dalam sebuah foto dalam grup atau akun pemenangan bakal calon.
Termasuk foto bersama dengan bacalon atau tim sukses dengan menunjukkan atau memperagakan simbol keberpihakan dengan memakai atribut partai politik, menggunakan latar belakang foto partai politik atau bakal calon dan alat peraga terkait parpol/bacalon. Dilarang pula ikut dalam kampanye atau sosialisasi pengenalan bacalon serta dilarang mengikuti kampanye bagi suami atau istri para calon dengan tidak dalam status cuti diluar tanggungan negara.
“Sesuai SKB lima lembaga negara yang ditandatangani 22 September 2022 tentang pedoman pembinaan dan pengawasan netralitas ASN dalam penyelenggaraan pemilu dan pemilihan, maka terdapat sanksi moral hingga sanksi berat sesuai klasifikasi pelanggaran,” ungkap Hardianda.
Adapun ketentuan sanksi moral dengan membuat pernyataan secara terbuka, sanksi disiplin sedang dengan pemotongan tunjangan kinerja sampai 25 persen selama 12 bulan hingga sanksi disiplin berat dengan penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan.
Selain itu mengenai pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan atau pemberhentian dengan hormat atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
“Metode penanganan dugaan pelanggaran jika sebelum penetapan calon, maka administrasinya langsung dikirim ke KASN, namun jika sudah penetapan calon maka Bawaslu dan KASN melakukan penanganan pelanggaran sesuai kewenangannya masing-masing,” pungkasnya.
Penulis: Ady Wahyudi
Editor : Muhammad Rafi’i