TENGGARONG – Dengan suara yang membentang hingga 68 persen, pasangan calon nomor urut 1, Edi Damansyah-Rendi Solihin, tampaknya memenangkan hati mayoritas masyarakat Kutai Kartanegara dalam Pilkada 2024. Namun, kemenangan ini tidak berjalan mulus di tengah narasi gugatan yang terus digaungkan oleh pasangan calon nomor urut 3, Dendi Suryadi-Alif Turiadi.
Isu diskualifikasi dan sengketa hukum mengemuka, menciptakan polarisasi di masyarakat. Narasi ini menjadi perhatian serius tim hukum Edi-Rendi yang menilai hal tersebut tidak hanya menyesatkan, tetapi juga mencederai esensi demokrasi.
Erwinsyah, anggota tim kuasa hukum Edi-Rendi, menegaskan bahwa semua tahapan Pilkada telah berjalan sesuai aturan, mulai dari verifikasi administrasi hingga rekapitulasi suara. Proses ini, kata Erwinsyah, sudah diuji melalui jalur hukum, termasuk gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PT TUN) Banjarmasin yang berakhir dengan penolakan gugatan Dendi-Alif pada 23 Oktober 2024.
“Gugatan mereka ditolak karena tidak memiliki legal standing. PT TUN menilai bahwa pasangan Dendi-Alif tidak dirugikan oleh keputusan KPUD,” ungkap Erwinsyah.
Tidak berhenti di situ, Dendi-Alif membawa kasus ini ke Mahkamah Agung (MA) melalui jalur kasasi pada 7 November 2024. Namun, hasilnya tetap sama. MA menolak kasasi tersebut, menguatkan keputusan PT TUN yang menyatakan bahwa proses Pilkada sudah sah dan sesuai hukum.
Narasi Diskualifikasi, Framing Berbahaya
Erwinsyah menyoroti penyebaran narasi diskualifikasi yang dianggapnya berlebihan dan tidak berdasar. Menurutnya, pihak Dendi-Alif kerap menggunakan dalil pertimbangan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai bahan framing, tanpa memperhatikan amar putusan yang menjadi dasar hukum.
“Amar putusan adalah hukum yang harus dijalankan, sementara dalil hanya pertimbangan hakim. Tetapi, dalam video yang beredar, narasi yang dibangun justru menggiring opini seolah-olah pasangan Edi-Rendi bisa didiskualifikasi,” tegas Erwinsyah.
Narasi ini, lanjutnya, tidak hanya menyudutkan pasangan petahana, tetapi juga berpotensi memicu keresahan di masyarakat. Erwinsyah menyerukan semua pihak untuk menghormati proses hukum dan mengedepankan edukasi yang benar.
Sementara itu, Ketua KPUD Kukar, Rudi Gunawan, menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada laporan gugatan yang diterima Mahkamah Konstitusi.
“Saya cek laman resmi MK sampai siang tadi, belum ada gugatan yang terdaftar. Kami masih menunggu hingga batas waktu pada Selasa mendatang,” ujar Rudi.
KPUD, kata Rudi, berkomitmen menjaga transparansi dan kredibilitas Pilkada, seraya mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan menghormati hasil yang sudah ditetapkan.
Di tengah berbagai tantangan, pasangan Edi-Rendi tetap menunjukkan optimisme. Mereka meyakini bahwa kemenangan ini adalah wujud kedaulatan rakyat yang murni. Pasangan petahana ini juga menegaskan komitmen mereka untuk melanjutkan agenda kerja membangun Kukar, dengan fokus pada pengentasan kemiskinan, peningkatan infrastruktur, dan pengembangan ekonomi lokal.
Pilkada Kukar 2024 tidak hanya menjadi ajang kontestasi politik, tetapi juga ujian terhadap integritas demokrasi. Narasi yang dibangun oleh pihak yang kalah menggambarkan bagaimana hukum dapat digunakan sebagai alat untuk membentuk opini, sementara pihak yang menang harus terus berjuang menjaga legitimasi di mata publik.
Dalam proses ini, publik menjadi saksi sekaligus peserta dalam dinamika yang penuh tantangan. Akankah demokrasi tetap berdiri tegak, atau justru terguncang oleh polarisasi? Jawabannya terletak pada komitmen semua pihak untuk menghormati proses yang sudah berjalan, menjadikan fakta hukum sebagai pegangan, dan membangun masa depan yang inklusif bagi Kutai Kartanegara. (RK)