TENGGARONG – Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta), Muhammad Ibnu Rindho, turut menyoroti isu potensi pertambangan pasir silika di wilayah Kutai Kartanegara (Kukar). Pasalnya, baru-baru ini beredar informasi bahwa lokasi cadangan pasir silika di Kukar yang ditaksir memiliki jumlah cadangan sebesar 2 miliar metrik ton itu terletak di tiga danau, yaitu Danau Jempang, Danau Semayang, dan Danau Melintang.
Ridho menilai potensi tersebut merupakan berkah yang patut disyukuri oleh masyarakat Kukar. Namun, ia menegaskan bahwa perlu pertimbangan yang matang dalam memanfaatkan potensi keuntungan ekonomi dari cadangan pasir yang ada di tiga danau tersebut.
Pasalnya, mayoritas masyarakat yang hidup di sekitar kawasan tersebut berprofesi sebagai nelayan. Ia khawatir keberadaan potensi cadangan Sumber Daya Alam (SDA) di sana justru membawa petaka bagi masyarakat setempat.
“Jangan sampai keberadaan potensi pasir silika ini justru menumpahkan piring nasi masyarakat Kukar,” tegasnya, Jumat (20/12/2024).
Selain mengancam kelangsungan ekonomi masyarakat yang telah mengakar sejak zaman nenek moyang, Ridho juga mengatakan hal tersebut akan mengancam keberlangsungan nasib Pesut Mahakam. Mengingat satwa endemik tersebut juga hidup di kawasan sekitar tiga danau tersebut.
“Ini juga perlu diperhatikan (Pesut). Saat ini jumlahnya sudah semakin menyusut. Kalau kawasan danau tersebut ditambang, tentunya kita khawatir habitatnya bisa tercemar dan Pesut Mahakam tinggal cerita,” ujarnya.
“Makanya ini harus dipertimbangkan betul-betul, apakah benar ini akan ditambang. Karena kawasan tersebut juga merupakan destinasi wisata unggulan di Kukar dan Kaltim,” timpalnya.
Ia juga menyoroti perihal 45 perusahaan yang tengah mengajukan Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk menambang pasir silika di tiga danau tersebut. Menurutnya, keberadaan perusahaan pertambangan dari luar Kukar yang beroperasi di sana tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian masyarakat.
“Jangan sampai kita jadi jongos di tanah sendiri, sementara sumber pencaharian orang tua kita diluluhlantakkan. Jika hanya sebatas lapangan pekerjaan, perlu diingat penambangan itu berpotensi besar mencemari danau tempat nelayan mencari ikan,” bebernya.
Jika memang kawasan tersebut pada akhirnya harus ditambang, Ridho menilai pengelolaan tambang tersebut harusnya dikelola oleh pemerintah daerah atau warga lokal. Sehingga potensi besar tersebut memberikan dampak langsung kepada masyarakat.
“Kalaupun harus ditambang, harus kita (masyarakat Kukar) kelola sendiri. Jangan sampai investor dari luar yang menikmati hasilnya, sementara warga sekitar sengsara,” serunya.
“Kami akan melakukan penolakan keras jika potensi ini dikelola oleh investor dari luar Kukar,” tutupnya.
Penulis: Ady Wahyudi
Editor : Muhammad Rafi’i