DPPR Kukar Cari Solusi Ganti Rugi Lahan, Mediasi Nilai Tak Sesuai Keinginan Warga

TENGGARONG – Dinas Pertanahan Dan Penataan Ruang (DPPR) Kukar berupaya menangani keluhan warga, terkait nilai ganti rugi lahan yang tidak sesuai dengan harapan mereka. Warga ingin harga jual lahan ke pemerintah daerah lebih tinggi, namun harga sudah ditetapkan berdasarkan zona nilai tanah (ZNT) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

Warga menolak nilai ganti rugi karena tidak sesuai dengan keinginan mereka, meskipun sudah ada standar harga berdasarkan zona nilai tanah.

Kepala Bagian Pembebasan Lahan Untuk Pembangunan DPPR Kukar, Mohamad Dahlan, menyatakan bahwa memang banyak keluhan dari masyarakat yang ingin pemilik lahannya itu. Ketika mereka akan menjual kepada pemerintahan daerah, mereka berkeinginan bahwa pengelolaan itu harus tinggi.

“Pihak kami tidak berani melaporkan itu karena harga lahan sudah ada nilai ZNT nya,” ungkap Mohamad Dahlan, pada Senin (10/2/2025).

Kasus ini terjadi di Kukar, tepatnya di Kecamatan Tabang. Dimana bangunan kantor KecamatanTabang yang sudah terbangun namun perlu dilakukan perluasan.

“Kantor kecamatan Tabang sudah ada tapi mereka butuh perluasan kantor, nah itu ada 5 pemilik lahan, menolak dengan harga yang tidak sesuai keinginan ,” tambahnya.

DPPR Kukar berkoordinasi dengan dinas terkait untuk memutuskan apakah proses ganti rugi dapat dilanjutkan atau tidak. 1 mediasi dilakukan untuk mencari titik temu antara harapan warga dan ketentuan harga yang berlaku.

“Alhamdullilah yang tadinya kita anggap tidak sepakat kami koordinasikan oleh dinas apakah ini dilanjutkan atau tidak, nah untuk di tahun 2025 ini belum ada dilanjutkan, ” tutup Mohamad Dahlan

Penulis : Shavira Ramadhanita 

Editor : Muhammad Rafi’i

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.