Andi Harun dan Warisan Banjir: Samarinda Masih Tenggelam

SAMARINDA – Hujan deras kembali mengguyur Samarinda sejak dini hari hingga pagi, Selasa (27/5/2025). Intensitas tinggi dan durasi panjang membuat puluhan titik kembali tergenang. Samarinda lumpuh. Aktivitas terganggu. Warga kewalahan.

Dari pantauan wartawan Media Kaltim di lapangan, sedikitnya 24 titik banjir besar terpantau, mulai dari Jalan DI Panjaitan, Air Hitam, Gunung Kapur, hingga Jalan Gajah Mada, Antasari, dan Pelita. Fasilitas umum seperti sekolah dasar dan SMP di Palaran turut terendam.

Pohon tumbang dan pemadaman listrik juga dilaporkan. Yang lebih mengkhawatirkan, warga menemukan ular yang muncul ke permukaan. Seperti di Jalan Antasari, Gang Padat Karya RT 30. Ini bukan sekadar air tergenang, tetapi tanda bahwa warisan lama belum juga bisa dituntaskan.

Harus diakui, Wali Kota Samarinda Andi Harun sangat komitmen, memprioritaskan penanganan banjir, sejak awal menjabat pada 2021 hingga masuk periode kedua sekarang.

Banjir menggenangi kawasan padat penduduk. Terlihat seorang warga berjalan menerjang air setinggi dada.

Salah satu langkah besarnya, melanjutkan normalisasi dan penurapan Sungai Karang Mumus (SKM). Proyek strategis ini memerlukan anggaran hingga Rp900 miliar dan menghadapi tantangan berat berupa pembebasan lahan di wilayah padat permukiman.

Selain itu, Pemkot membangun kolam retensi di kawasan Pampang seluas 15 hektare sebagai penampung limpasan air hujan dan pengurang tekanan di kawasan Lempake dan sekitarnya.

Di berbagai titik, sistem drainase ditingkatkan, seperti di Jalan Pasundan, Jalan Juanda, Jalan Agus Salim, Jalan Otto Iskandardinata, dan beberapa jalan lainnya, dengan total anggaran ratusan miliar rupiah.

Di kawasan Kelurahan Selili, yang bukan tergolong wilayah rendah, banjir justru semakin parah karena saluran air tidak berfungsi maksimal.

Saya sendiri tinggal di kawasan ini dan menyaksikan langsung air meluap ketika hujan mengguyur dengan intensitas tinggi.

Samarinda juga telah memasang 26 titik Early Warning System (EWS) dan alat pemantau tinggi muka air (AWLR) di sepanjang SKM untuk mendeteksi potensi banjir lebih awal.

Pengendara motor nekat menerobos genangan air di depan kawasan Citraland Samarinda. Hujan deras sejak dini hari menyebabkan jalan utama ini berubah menjadi “sungai dadakan”.

Dari sisi partisipasi publik, ada program Sekolah Sungai dan kegiatan bersih sungai rutin yang melibatkan masyarakat agar ikut menjaga kawasan aliran dan resapan air.

Upaya penanganan banjir juga sudah difokuskan di kawasan Sempaja. Salah satu wilayah rawan genangan yang kini mulai menunjukkan perbaikan. Pemkot telah melakukan pelebaran dan pendalaman drainase di Simpang Empat Sempaja, termasuk Jalan Abdul Wahab Sjahranie dan Jalan Wahid Hasyim II.

Aliran air tambahan dibangun dari Jalan Wahid Hasyim II menuju kanal kiri Jalan PM Noor. Drainase di sepanjang Jalan PM Noor turut dinormalisasi untuk menghindari penyumbatan.

Di dekat kolam retensi Kompleks Stadion Madya Sempaja, dibangun sungai kecil sepanjang 100 meter untuk mempercepat aliran air hujan. Pintu air di belakang stadion dievaluasi karena dianggap salah konsep, dan posisi pipa PDAM turut disesuaikan karena menghambat aliran.

Jalan-jalan utama juga ditinggikan dan dipasangi gorong-gorong besar. Hasilnya terlihat: warga melaporkan bahwa banjir di kawasan ini mulai berkurang, dan jika pun muncul genangan, air surut lebih cepat.

Warga berjalan kaki menerobos banjir.

Penanganan juga dilakukan di kawasan Jalan Dr. Soetomo. Saluran drainase sepanjang 245 meter ditingkatkan dengan anggaran Rp7,07 miliar melalui APBD Murni dan Perubahan 2023.

Lima unit box culvert dipasang untuk memperbesar kapasitas aliran air. Tantangan muncul dalam penyelarasan elevasi drainase agar air bisa mengalir baik ke SKM. Koordinasi pun dilakukan dengan RSUD AW Sjahranie agar aliran tidak terhambat.

Namun, meski berbagai langkah telah dilakukan, fakta di lapangan menunjukkan bahwa banjir masih terus datang, dan titik-titik genangan justru bertambah di lokasi lain.

Ini bukti bahwa pendekatan teknis saja belum cukup. Daya tampung tanah semakin berkurang, jalur alami terganggu, dan pembangunan kota tidak selalu berpihak pada perlindungan ruang resapan. Kawasan hulu belum sepenuhnya terlindungi, dan fungsi ruang terbuka hijau belum berjalan optimal.

Ke depan, penanganan banjir di Samarinda perlu diperkuat secara menyeluruh dan terintegrasi. Penurapan SKM harus dipercepat melalui koordinasi lintas instansi, termasuk penyelesaian pembebasan lahan yang selama ini menjadi kendala.

Kawasan Pampang sebagai daerah resapan perlu dikembangkan lebih luas hingga 70 hektare agar daya serap kota meningkat. Penanganan banjir juga harus diintegrasikan dengan pengelolaan sampah, pengendalian alih fungsi lahan, dan penataan ruang terbuka hijau.

Warga Samarinda tidak meminta yang muluk. Mereka hanya ingin hujan tidak selalu berarti bencana. Mereka ingin sekolah tetap berjalan, jalan bisa dilalui, dan rumah mereka tidak tergenang air — apalagi kemunculan hewan liar seperti ular atau buaya. (*)

Oleh Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.
CEO Media Kaltim Network

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.