SAMARINDA – DPRD Kalimantan Timur berencana kembali menggelar pertemuan penting pada akhir Mei atau awal Juni 2025 untuk membahas insiden penabrakan Jembatan Mahakam I oleh tongkang milik PT Pelayaran Mitra Tujuh Samudra.
Anggota DPRD Kaltim sekaligus Sekretaris Komisi II, Nurhadi Saputra, menyatakan kekecewaannya atas sikap perusahaan yang dinilai tidak kooperatif sejak awal kejadian.
“Fokus kami sebenarnya lebih kepada penabrakan-penabrakan yang terjadi di Jembatan Mahakam. Sampai rapat terakhir, belum ada perkembangan berarti. Kami masih berharap PT Pelayaran Mitra Tujuh Samudra punya itikad baik untuk memberikan penjelasan kepada kami, khususnya Komisi II DPRD,” ujar Nurhadi saat dihubungi melalui telepon seluler, Rabu (15/5).
Nurhadi mengungkapkan bahwa perusahaan pelayaran tersebut telah lima kali diundang untuk hadir dalam rapat bersama DPRD, namun tidak pernah memenuhi panggilan.
Bahkan, ketidakhadiran mereka membuat sejumlah anggota DPRD dapat memahami tindakan pengusiran terhadap kuasa hukum PT Pelayaran MTS dalam rapat dengar pendapat (RDP) sebelumnya, karena kehadiran kuasa hukum tersebut tidak sesuai dengan undangan yang ditujukan kepada pejabat berwenang di perusahaan tersebut.
“Lima kali tidak hadir dalam panggilan untuk manajemen, malah mengirimkan kuasa hukum. Saya kira wajar jika terjadi pengusiran saat RDP kemarin,” tegasnya.
Menindaklanjuti polemik yang belum tuntas, DPRD Kaltim merencanakan pertemuan lanjutan yang hanya akan melibatkan pihak-pihak inti, yakni PT Pelayaran Mitra Tujuh Samudra, KSOP, dan Belindo.
“Kami harap pertemuan nanti bisa lebih mengerucut, tidak melebar ke mana-mana. Fokusnya antara manajemen yang berwenang di PT Pelayaran Mitra Tujuh Samudra dengan Komisi II DPRD,” jelas Nurhadi.
Insiden yang terjadi pada 16 Februari 2025 itu melibatkan tongkang Indosukses 28 milik PT Pelayaran Mitra Tujuh Samudra yang menabrak fender pelindung Jembatan Mahakam I. Tongkang tersebut mengangkut kayu sengon dan menyebabkan kerusakan pada struktur pelindung jembatan.
Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kaltim menyebut kerusakan akibat insiden tersebut ditaksir mencapai Rp35 miliar, merujuk pada biaya pemasangan fender pada tahun 2018. BBPJN juga menegaskan bahwa perusahaan pelayaran telah diberitahu mengenai tanggung jawabnya atas kerusakan tersebut dan akan diajukan klaim ganti rugi.
“Kami telah menyampaikan dalam rapat kepada PT Pelayaran Mitra Tujuh Samudra bahwa kami akan mengajukan klaim ganti rugi atas kerusakan fender jembatan. Bangkai fender yang tertabrak di bawah air juga harus diangkat dan fender baru harus kembali dipasang,” ujar perwakilan BBPJN beberapa bulan lalu.
Terkait rencana penutupan jalur lalu lintas di bawah Jembatan Mahakam I, Nurhadi menegaskan bahwa hal tersebut masih memerlukan koordinasi lebih lanjut dengan pihak teknis.
“Kami dari DPRD bukan sebagai eksekutor, hanya bisa memberikan saran atau masukan. Jadi, untuk penutupan jalur sungai, silakan diserahkan kepada lembaga yang berwenang,” pungkasnya. (adv)
Penulis: Hanafi
Editor: Susanto