PEMUNGUTAN Suara Ulang (PSU) di Mahakam Ulu (Mahulu) resmi berlangsung Sabtu (24/5) hari ini. Sejak pukul 07.00 Wita, masyarakat di kampung-kampung terpencil mulai menyalurkan hak pilihnya ke 77 TPS yang tersebar. Ini bukan pemilihan kepala daerah (pilkada) biasa. Ini adalah perbaikan, koreksi, dan pembuktian bahwa demokrasi masih bisa ditegakkan dengan jujur, adil, dan bermartabat.
Semua pihak sudah bekerja keras. Logistik digeser dengan susah payah: menembus hutan, menyusuri sungai, mengawal kotak suara dengan plastik pelindung dan pelampung jeriken.
KPU, Bawaslu, TNI, Polri, Satpol PP, KPPS, Linmas—semua sudah bergerak. Termasuk warga yang hari ini rela antre di TPS, demi satu suara yang menentukan masa depan daerah.
Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud, dalam kunjungannya ke Mahulu, menegaskan bahwa PSU ini harus dijaga bersama. “Saya datang langsung untuk memastikan proses PSU Mahulu berjalan dengan baik. Ini bukan hanya soal logistik, tapi soal kepercayaan publik,” ujarnya.
Komentar ini tegas dan bermakna: PSU ini adalah ujian bagi kita semua.
Kita belajar dari Kutai Kartanegara (Kukar). PSU Kukar selesai dengan sangat elegan. Tidak ada kisruh. Tidak ada politik saling jegal. Tidak ada drama usai putusan Mahkamah Konstitusi. Semua legowo. Semua kembali duduk bersama membangun daerah.
Edi Damansyah, meski digugurkan, tidak membakar situasi. Dendi Suryadi tidak menggugat. Awang Ya’coub malah mengucapkan selamat secara terbuka kepada pasangan terpilih. Itulah kedewasaan politik yang patut diteladani.
Mahulu bisa, dan harus, melakukan hal yang sama.
KPU Mahulu, telah memastikan seluruh distribusi logistik telah dilakukan sesuai prosedur. Setiap kampung menerima satu kotak suara dan empat bilik suara. Sebanyak 27.869 pemilih yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Tiga pasangan calon; Yohanes Avun–Y. Juan Jenau, Novita Bulan–Artya Fathra Marthin, dan Angela Idang Belawan – Suhuk, harus sadar bahwa PSU ini bukan sekadar kontestasi ulang.
Ini momen untuk membuktikan kedewasaan politik. Siap menang, itu biasa. Tapi siap kalah, itulah ukuran kebesaran jiwa.
Saya tegaskan: PSU Mahulu terlalu mahal untuk dicederai. Tidak hanya secara anggaran, tapi juga secara moral. Jika ini rusak karena ego politik, maka yang kalah bukan hanya satu pasangan calon, tapi seluruh wajah demokrasi di Kaltim.
Jangan rusak Mahulu. Jangan ulangi sejarah yang kelam. Kukar sudah menuntaskan PSU-nya dengan kepala tegak. Sekarang giliran Mahulu membuktikan bahwa kita juga bisa.
Kepada para paslon: jaga integritas, redam ego, kendalikan pendukung. Kepada masyarakat: gunakan hak suara dengan penuh kesadaran. Dan kepada penyelenggara: jangan pernah kompromi dengan kecurangan. Kita sedang disaksikan sejarah. Jangan gagal!
Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.
Pemimpin Redaksi Media Kaltim