Kesejahteraan Guru TPA Dinilai Terabaikan, DPRD Kaltim Minta Intervensi Pemerintah

SAMARINDA – Setiap pagi, para guru Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) di Kalimantan Timur bangun lebih awal dari kebanyakan orang. Bukan untuk mengejar gaji besar atau gelar kehormatan, melainkan demi satu tujuan mulia: menanamkan nilai-nilai moral dan agama kepada anak-anak sejak dini.

Mereka adalah pahlawan pendidikan karakter yang kerap terlupakan. Di balik pengabdian yang tulus, nasib mereka justru terabaikan. Honor yang diterima tak sebanding dengan perjuangan. Sebagian bahkan hanya bergantung pada donasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

“Para guru TPA bekerja dalam diam, tetapi hasil dari pengajaran mereka menentukan masa depan karakter anak-anak kita. Ini bukan pekerjaan kecil, melainkan pondasi peradaban,” ujar Anggota Komisi I DPRD Kaltim, La Ode Nasir, saat diwawancarai pada Minggu (25/5/2025).

La Ode menyatakan kekecewaannya terhadap pemerintah daerah yang dinilai belum memberikan perhatian serius terhadap kesejahteraan para pendidik agama tersebut.

Menurutnya, jika pemerintah benar-benar ingin mencetak generasi religius dan berakhlak mulia, maka peningkatan kesejahteraan guru TPA harus menjadi prioritas dalam perencanaan pendidikan.

“Apresiasi terhadap guru TPA tidak cukup hanya dengan ucapan terima kasih. Sudah waktunya ada kebijakan nyata yang melindungi dan menyejahterakan mereka,” tambahnya.

Ia mengusulkan agar alokasi dana dari APBD atau hibah keagamaan dapat diarahkan untuk mendukung operasional TPA, dengan pendataan yang akurat dan pemberian insentif secara berkala. Dengan begitu, para guru TPA tidak hanya dihormati secara sosial, tetapi juga diakui secara struktural.

“Kalau guru sekolah umum bisa mendapatkan tunjangan, kenapa guru TPA tidak? Mereka juga mendidik, bahkan dalam bidang yang sangat fundamental,” tandas La Ode. (adv)

Penulis: Hanafi
Editor: Susanto

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.