Sengkarut Lahan Eks Puskib: Ketika Kewenangan dan Kebutuhan Tak Sejalan

SAMARINDA – Lahan seluas 3,8 hektare bekas Pusat Kesehatan Ibu dan Bayi (Puskib) di Kota Balikpapan kini menjadi sorotan publik. Terletak strategis di tengah kota, lahan ini justru menyisakan polemik akibat perbedaan kewenangan antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Pemerintah Kota Balikpapan.

Secara hukum, aset ini berada di bawah kendali Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Namun secara geografis, lahan tersebut berada dalam wilayah administratif Kota Balikpapan, yang juga memiliki kepentingan dalam hal pemanfaatannya.

Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Nurhadi Saputra, mengkritisi potensi konflik yang bisa muncul apabila komunikasi antara kedua pihak tidak dibangun secara sehat. Ia menilai bahwa pengelolaan aset publik seperti ini semestinya dilakukan secara kolaboratif, bukan dengan pendekatan dominasi sepihak.

“Kita harus izin dengan yang punya kota, walaupun itu kewenangannya provinsi,” tegas Nurhadi.

Menurutnya, Kota Balikpapan tengah menghadapi krisis fasilitas publik, khususnya di sektor energi dan pendidikan.

Minimnya SPBU di sejumlah kawasan serta terbatasnya jumlah SMA negeri menjadi alasan mendesak agar lahan eks Puskib segera dimanfaatkan secara optimal.

Nurhadi juga menyarankan agar lahan tersebut tidak difokuskan pada satu fungsi saja. Rencana pembangunan SPBU, katanya, bisa dijalankan berdampingan dengan pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) dan pembangunan sekolah menengah atas (SMA) baru.

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa angka pertumbuhan penduduk Balikpapan meningkat setiap tahun, namun tidak diimbangi dengan pertumbuhan sarana pendidikan dan infrastruktur publik. Pemanfaatan lahan yang stagnan dikhawatirkan justru memperburuk ketimpangan fasilitas di kota tersebut.

Nurhadi mengajak Pemerintah Provinsi Kaltim untuk membuka ruang dialog bersama Pemerintah Kota Balikpapan dan masyarakat. Ia menegaskan bahwa DPRD Kaltim siap memfasilitasi diskusi tersebut guna menciptakan keputusan yang transparan dan partisipatif.

“Jangan hanya karena ego kewenangan, lahan itu tidak termanfaatkan secara maksimal,” tutupnya.

Penulis: Hanafi
Editor: Susanto

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.