SAMARINDA – Hujan dengan intensitas tinggi yang mengguyur Kota Samarinda sejak Senin (12/5/2025) sekira pukul 04.00 hingga 11.00 WITA menyebabkan terjadinya longsor di sisi kanan inlet Terowongan Samarinda, Jalan Sultan Alimuddin, Kecamatan Samarinda Ilir.
Insiden ini terjadi sekitar pukul 09.17 WITA, menimbun sebagian lereng dengan material longsoran seluas ±210 m² dan estimasi volume mencapai ±150 m³.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Samarinda, Desy Damayanti, memastikan bahwa meskipun terjadi pergerakan massa tanah, struktur utama terowongan—baik sisi inlet maupun outlet di Jalan Kakap—dalam kondisi aman dan tidak mengalami gangguan struktural.
“Terjadi pergerakan lereng di sisi kanan portal terowongan. Namun kami pastikan struktur utama tetap aman,” tegas Desy saat dihubungi.
Desy menambahkan, sejak Februari 2025, tim Dinas PUPR telah melakukan investigasi geoteknik dan pemetaan geologi secara mendalam bekerja sama dengan Balai Geoteknik, Terowongan, dan Struktur (BGTS).
Hasil pemetaan mengidentifikasi adanya talus deposit—material longsoran lama—di luar ROW (Right of Way), serta kemiringan batuan yang berpotensi menjadi titik lemah lereng.
Pada 1 Mei 2025, tim perencana telah melakukan survei lapangan lanjutan untuk menentukan titik rawan dan menyiapkan rencana desain mitigasi.
“Monitoring lereng hingga 11 Mei tidak menunjukkan pergerakan signifikan. Namun hujan ekstrem pada 12 Mei disertai angin kuat memicu longsoran,” jelas Desy.
Begitu terjadi longsor, tim teknis langsung melakukan penanganan darurat dengan menutup area lereng menggunakan terpal (SWA) guna mencegah longsor susulan. Pembersihan material longsor juga segera dilaksanakan.
Rencana permanen penanganan lereng meliputi: pembongkaran shotcrete lama, penguatan lereng menggunakan safety shotcrete setebal 5 cm, pemasangan wiremesh dan shotcrete lapis kedua, dan pemasangan rockbolt untuk memperkuat struktur lereng.
Dijelaskannya, identifikasi penyebab utama longsor menyusul hujan lebat dengan frekuensi tinggi, dan keberadaan talus deposit di bagian atas lereng yang belum sepenuhnya termitigasi.
“Saat ini, perencanaan teknis penanganan jangka panjang sedang disusun dan akan dilaksanakan bertahap demi menjamin keselamatan pengguna terowongan dan keberlanjutan proyek infrastruktur strategis ini,” pungkasnya.
Sementara itu, akademisi Teknik Sipil Politeknik Negeri Samarinda (Polnes), Tumingan, menyebut bahwa potensi risiko justru lebih besar berada pada inlet dan outlet (pintu masuk dan keluar) daripada bagian dalam terowongan itu sendiri.
“Terowongan itu kalau di dalam justru jarang bermasalah. Yang berisiko biasanya justru di bagian inlet dan outlet,” terangnya.
Ia juga menjelaskan bahwa struktur beton bertulang dan pelapis (lining) pada badan terowongan umumnya cukup kuat dan tahan terhadap tekanan tanah. Namun, faktor geologis seperti pergerakan tanah dan kondisi lempeng bumi tetap perlu menjadi perhatian utama.
“Evaluasi tidak bisa hanya dilakukan oleh orang konstruksi saja. Pergerakan tanah, sesar, dan kondisi geologis merupakan ranah para ahli geologi,” tambahnya.
Tumingan pun menekankan pentingnya evaluasi teknis dan geologis secara menyeluruh, apalagi menjelang rencana pembukaan resmi Terowongan Selili pada pertengahan Juni 2025. Ia menilai, hal ini sangat penting untuk menjamin keamanan jangka panjang proyek infrastruktur tersebut. (RK)