TENGGARONG – Pembahasan seputar percepatan pengakuan hukum adat di Kutai Kartanegara (Kukar), memangdifokuskan pada masyarakat Kutai Adat Lawas Sumping Layang. Fokus utamanya adalah potensi alokasi tanah kepada masyarakat, tergantung pada perolehan pengakuan hukum.
Kolaborasi ini bertujuan untuk menyediakan masyarakat Kutai Adat Lawas dengan sarana hukum, untuk melindungi tradisi mereka dan mengelola tanah mereka secara berkelanjutan.
“Hutan merupakan bagian dari kawasan hutan lindung, setelah masyarakat hukum adat memiliki kedudukan hukum dengan surat keputusan masyarakat kita dapat bekerja sama untuk menyiapkan lahan bagi mereka,” ungkap Camat Kota Bangun Darat, Julkifli, pada Jumat (28/2/2025).
Pemerintah dikabarkan telah menyetujui pengalokasian lahan seluas 1.800 hektare untuk masyarakat Kutai Adat Lawas, melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Camat menegaskan bahwa ketersediaan lahan bukanlah kendala utama.
“Persoalannya bukan lahan itu sendiri, tetapi kurangnya kewenangan hukum untuk mengelolanya, setelah masyarakat memiliki SK, kita dapat bekerja sama untuk mengelola lahan tersebut, ” tambahnya.
Rencana alokasi lahan mengutamakan praktik lokal dan tradisional. Lahan yang dialokasikan akan digunakan untuk pertanian, perkebunan, dan pengelolaan metode pertanian lokal. Masyarakat berencana membudidayakan tanaman lokal seperti aren, durian, dan karet. Sementara untuk budidaya kelapa sawit kurang diminati masyarakat.
“Masyarakat adat tidak merekomendasikan kelapa sawit, mengingat keterbatasan lahan 1.800 hektar, kelapa sawit membutuhkan lahan yang luas, dan penerapannya dapat berdampak negatif pada praktik pertanian tradisional, ” tutup Julkifli. (ADV)
Penulis : Shavira Ramadhanita
Editor : Muhammad Rafi’i