Pemilih Pemula Jadi Motor Peningkatan Partisipasi di Pilkada Kukar 2024

TENGGARONG – Generasi muda menunjukkan peran besarnya dalam demokrasi. Hal ini tercermin jelas dengan melesatnya tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak 2024, di Kutai Kartanegara (Kukar). Dari yang sebelumnya hanya mencapai 56,67 persen pada tahun 2020, kini melonjak drastis jadi 70,9 persen.

Komisioner KPU Kukar Divisi Sosialisasi, SDM, dan Partisipasi Masyarakat, Muchammad Amin, menuturkan salah satu faktor utama peningkatan ini adalah banyaknya pemilih pemula yang mulai sadar akan pentingnya hak suara mereka. Menurutnya, capaian ini tidak terlepas dari upaya KPU Kukar dalam menggencarkan sosialisasi dan pendidikan politik bagi pelajar jauh sebelum pemilu.

Upaya ini bertujuan agar para pemilih pemula tidak hanya sekadar menggunakan hak pilih, tetapi juga memahami dampaknya bagi pembangunan daerah.

“Ke depan, kami akan lebih mengintensifkan pola sosialisasi ini, terutama di tingkat pelajar. Tentunya, kami akan menggandeng Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan pemerintah daerah agar lebih efektif,” ujar Amin, Kamis (30/1/2025).

Salah satu metode utama yang diterapkan KPU Kukar adalah sosialisasi tatap muka. Dengan berinteraksi langsung, para pemilih pemula bisa lebih memahami proses pemilu, sehingga ketika tiba di Tempat Pemungutan Suara (TPS), mereka tidak lagi merasa canggung.

Selain itu, pendekatan melalui lingkungan sekitar juga menjadi strategi baru. Jika sebelumnya kampanye hanya sebatas ajakan untuk datang ke TPS, kini pendekatan akan lebih personal, menargetkan kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki pengaruh besar dalam meningkatkan kesadaran politik anak muda.

“Kami ingin memastikan mereka benar-benar paham pentingnya hak pilih. Bukan hanya datang ke TPS karena ajakan, tetapi karena kesadaran bahwa suara mereka punya dampak bagi masa depan daerah,” tambah Amin.

Namun, KPU Kukar mengakui masih ada tantangan besar dalam merangkul pemilih pemula, khususnya mereka yang sudah bekerja. Dibandingkan pelajar yang masih duduk di bangku sekolah atau melanjutkan ke perguruan tinggi, pemilih muda yang sudah terjun ke dunia kerja cenderung lebih sulit dijangkau.

“Mereka lebih fokus bekerja, bahkan ada yang merasa datang ke TPS hanya membuang waktu. Ini jadi tantangan besar bagi kami ke depan,” ujarnya.

Kondisi ini juga berdampak pada rekrutmen PPK dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) di tingkat kelurahan dan desa. Banyak pemuda lebih memilih pekerjaan dengan pendapatan tetap, dibandingkan menjadi penyelenggara pemilu yang penghasilannya relatif lebih kecil.

“Tantangan ini akan menjadi bahan evaluasi kami. Ke depan, kami akan mencari cara agar partisipasi pemilih, terutama dari kalangan muda, bisa semakin meningkat,” tutupnya. (Adv)

Penulis : Ady Wahyudi

Editor : Muhammad Rafi’i

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.