TENGGARONG – Memasuki tahun ajaran baru tahun 2023/2024, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) diramaikan dengan permasalahan seragam sekolah dan buku paket berbayar. Bahkan bukan hanya di Kukar, fenomena serupa juga terjadi di sejumlah wilayah lain di Indonesia.
Permasalahan ini kemudian dianggap membebani orang tua murid, ditengah gembar-gembor wajib belajar 12 tahun yang didorong pemerintah. Tak ayal, polemik ini kemudian disoroti serius oleh Wakil Ketua Komisi X di DPR RI, Hetifah Sjaifudian.
Baginya, permasalahan terkait kebutuhan mendasar bagi siswa seperti seragam, buku paket, hingga alat tulis. Baik itu ditingkat Sekolah Dasar (SD), maupun Sekolah Menengah Pertama (SMP). Harusnya sudah dapat terpenuhi melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI.
“Mungkin yang rumit untuk SMA atau SMK, karena kenyataannya dana BOS tidak bisa memenuhi semua kebutuhan. Seperti pengadaan ATK dan sapras di sekolah,” kata Hetifah.
Ia menegaskan, perlengkapan-perlengkapan yang diadakan oleh pihak sekolah, harusnya tidak membebani orang tua murid. Apalagi sampai menjadi kesempatan bagi oknum-oknum, sebagai modus untuk mengambil keuntungan di tahun ajaran baru.
“Bukan berarti tidak boleh sekolah mendorong partisipasi orang tua murid, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Tapi harus dibicarakan, dipertanggungjawabkan secara terbuka dan diputuskan bersama,” jelasnya.
Menyikapi tingginya nominal yang dikeluhkan orang tua murid pada tahun ajaran baru, untuk memenuhi perlengkapan sekolah anaknya. Hetifah menyebut perihal ini sudah seharusnya menjadi perhatian bersama. Salah satu langkahnya adalah dengan melakukan subsidi silang.
Terkait kemungkinan hadirnya program seragam gratis. Hetifah berharap pemerintah daerah dapat mengoptimalkan keleluasaan yang diberikan dari dana BOS Kemendikbudristek RI.
“Sejumlah pemerintah daerah di Indonesia memiliki banyak program seragam gratis ke anak-anak dan saya mensupport itu. Intinya semua kebutuhan sekolah seharusnya bisa di-cover negara. Karena itu amanat konstitusi. Apalagi APBN/APBD itu 20 persen dikhususkan untuk pendidikan,” tutup Hetifah. (tabs)