100 Hari Rudy-Seno Dinilai Masih Biasa Saja, DPRD Minta Publik Bersabar

SAMARINDA – Evaluasi 100 hari kerja pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud dan Seno Aji, tak selalu berbunga-bunga. Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Agus Suwandy, justru menilai perkembangan sejauh ini belum menggembirakan.

Menurut legislator Partai Gerindra itu, sejumlah persoalan penting belum disentuh secara nyata, mulai dari kekerasan di Muara Kate yang belum terungkap, bengkel gratis Pertamina yang tak kunjung hadir, hingga persoalan tambang dan penyerobotan lahan warga yang belum ada solusi konkret.

“Ya nggak gampang menyelesaikan masalah Kaltim dalam 100 hari. Kita realistis saja. Mereka baru mulai, tentu bertahap,” ujarnya, Senin (26/05/2025).

Agus menekankan, masa 100 hari hanyalah periode penyesuaian awal. Ia mengingatkan agar publik tidak buru-buru menilai. Justru ia mendorong evaluasi dilakukan setelah 200 hingga 300 hari, ketika program-program sudah mulai menunjukkan hasil.

“Kalau sekarang belum terlihat hasilnya, ya wajar. Tapi nanti di 200 hari kita lihat lagi. Kalau masih belum juga, kita evaluasi di 300 hari,” tegasnya.

Meski demikian, Agus mengakui sudah ada langkah-langkah awal yang patut dicatat, terutama kebijakan pendidikan gratis melalui program Gratispol. Namun menurutnya, membangun fondasi kebijakan besar semacam itu butuh waktu, tenaga, dan konsistensi.

“Pendidikan gratis itu program strategis. Tapi ya harus diingat, eksekusinya tidak bisa instan. Nanti baru terasa dampaknya di 2026,” tambahnya.

Secara umum, Agus menilai arah pemerintahan Rudy-Seno sudah mengarah ke jalur yang benar. Namun penilaian menyeluruh tetap menunggu realisasi nyata dalam waktu yang lebih panjang. (adV)

Editor: Susanto

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.