SAMARINDA — Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencatat bahwa sekitar 10 ribu anak di Kalimantan Timur tidak mengenyam pendidikan formal. Fakta ini menegaskan urgensi program pendidikan gratis atau Gratispol yang saat ini tengah digulirkan Pemerintah Provinsi Kaltim.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, M. Darlis Pattalongi. Ia menilai bahwa program pendidikan gratis merupakan salah satu upaya konkret untuk menekan angka anak tidak sekolah di Kaltim.
“Salah satu cara mengurangi angka itu adalah dengan menggratiskan sekolah. Inilah urgensi Gratispol untuk Kalimantan Timur,” tegas Darlis.
Meski demikian, ia tidak menutup mata terhadap berbagai faktor lain yang membuat anak-anak putus sekolah, terutama di wilayah pedalaman dan perbatasan. Biaya transportasi menjadi salah satu kendala besar. Darlis mencontohkan, calon mahasiswa dari Kutai Barat harus merogoh kocek hingga Rp2 juta hanya untuk sampai ke Samarinda.
“Di daerah seperti Samarinda, Balikpapan, dan Kukar akses ke pendidikan lebih mudah. Tapi di luar itu, biaya perjalanan, kos, makan, hingga uang saku jadi beban tersendiri,” ujarnya.
Sebagai solusi jangka pendek, Komisi IV DPRD Kaltim mendorong perusahaan swasta untuk lebih aktif menyalurkan program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dalam bentuk beasiswa. “Kami dorong CSR dipakai untuk mendukung biaya hidup anak-anak dari keluarga kurang mampu,” jelasnya.
Menurut Darlis, kolaborasi antara anggaran pemerintah dan CSR perusahaan dapat menciptakan akses pendidikan yang lebih inklusif. Pemerintah fokus pada pembebasan biaya pendidikan, sedangkan CSR menopang kebutuhan harian siswa maupun mahasiswa.
“Kalau bisa disinergikan, insyaallah angka anak-anak yang tidak sekolah bisa ditekan. Termasuk yang ingin kuliah tapi terbentur biaya,” tutup legislator Fraksi PAN tersebut.
(Adv/DPRD Kaltim)
Editor: Agus S